PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA
PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian,
industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil
secara langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan
barang yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam
industri itu disebut dengan perindustrian.
Sebagai
negara agraris, peranan industri (perindustrian) di Indonesia merupakan salah
satu komponen perekonomian yang penting. Perindustrian memungkinkan
perekonomian kita berkembang pesat dan semakin baik, sehingga membawa perubahan
dalam struktur perekonomian nasional.
Indonesia
sebagai negara dengan jumlah
penduduk ke empat terbesar didunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, memiliki
sumber daya manusia atau tenaga kerja yang
melimpah, yang bisa disalurkan untuk mempercepat proses pembangunan Industri Indonesia. Hal ini bisa terwujud kalau pengelolaan SDM dan SDA terlaksana
dengan baik, terjadi perimbangan antara pendidikan/kemampuan yang dimiliki oleh
tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja.
Masalah
akan timbul, apabila terdapat kesenjangan antara jumlah tenaga kerja yang besar
dengan minimnya ketersedian lapangan kerja yang ada. Dengan kata lain, lapangan
kerja yang ada tidak mampu menampung (mempekerjakan) tenaga kerja yang ada,
lebih-lebih tenaga kerja yang tidak terampil atau berpendidikan. Padahal, untuk
mempertahankan pertumbuhan ekspor non-migas, khususnya ekspor industri
manufaktur pada waktu-waktu paska krisis ekonomi, Indonesia tidak dapat lagi
mengandalkan diri pada sumber-sumber keunggulan komparatif yang tradisional,
seperti tenaga kerja yang murah dan kekayaan alam. Indonesia perlu
mengembangkan keunggulan komparatif yang dinamis, yakni sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas, produktif, dan profesional.
Rendahnya
produktivitas sering kali dikaitkan dengan tingkat pendidikan. Diasumsikan
makin tinggi tingkat pendidikan sesorang, makin tinggi pula tingkat
produktivitas yang mungkin dapat dicapainya. Karena ini barangkali, kemampuan
membaca dan menulis merupakan salah satu elemen penting tahap-tahap awal
program industrialisasi (Wie, 1995). Pada tingkat industrialisasi yang lebih
tinggi dibutuhkan ketrampilan teknik yang lebih maju.
BAB II
TINJAUAN DAN PEMBAHASAN MASALAH
A.
Produktivitas
Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan tingkat kemampuan tenaga kerja
dalam menghasilkan produk. Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan
antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
dari seorang tenaga kerja.
Di sektor aneka industri, khususnya pada industri
tekstil dan garmen, produktivitas tenaga kerja Indonesia menunjukkan
kecenderungan yang menurun apabila ini merupakan cerminan pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja Indonesia secara keseluruhan, sementara Malaysia dan
Thailand mengalami pertumbuhan yang sama, tingkat produktivitas tenaga kerja
Indonesia tentunya akan makin jauh tertinggal.
B.
Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Pengukuran Produktivitas Kerja sangat
penting. Untuk mengetahui produktivitas kerja dari setiap karyawan maka perlu
dilakukan sebuah pengukuran produktivitas kerja. Pengukuran produktivitas
tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik per orang atau per jam kerja orang
ialah diterima secara luas, dengan menggunakan metode pengukuran waktu tenaga
kerja (jam, hari atau tahun). Pengukuran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang
diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja
yang bekerja menurut pelaksanakan standar (Muchdarsyah Sinungan, 2005 dalam
jurnal GD. Wayan Darmadi).
Menurut Henry Simamora (2004) faktor-faktor
yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja,
kualitas kerja dan ketepatan waktu:
1.
Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai
oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau
ditetapkan oleh perusahan.
2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang
berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal
ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara
teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas
diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi
dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas
lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas
yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.
Mengukur produktivitas kerja menurut dimensi
organisasi menurut Alan Thomas (dalam Kusnendi, 2003) yang secara matematis
hubungannya diformulasikan sebagai berikut:
Oi = g (L1, L2, …Ln)
Dimana Oi adalah output, sedangkan adalah sejumlah
input yang dipergunakan dalam mencapai output tertentu. Dengan kata lain
formula diatas dapat diperjelas kepada formula yang lebih dipahami, yakni
sebagai berikut:
P = O
/I
Dimana:
P =
Produktivitas;
O = Output;
I = Input
C.
Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja
Berbagai faktor
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, termasuk juga faktor sosial
ketenagakerjaan, sehingga produktivitas tenaga kerja mengalami penurunan atau
tetap rendah. Berbagai faktor yang berkenaan dengan sosial ketenagakerjaan
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam sebab yang kondisional, yang mendasar
sifatnya, sebab tidak langsung dan sebab yang langsung. Gaya hidup industrial
merupakan sebab yang sifatnya mendasar tersebut. Pekerja-pekerja di perusahaan aneka
industri menengah dan besar yang diteliti bersifat heterogen. Paling tidak hal
itu dapat dilihat dari segi etnis. Garis pemisah antara satu etnis dengan etnis
lain cukup jelas, sekalipun di daerah tertentu, garis pemisah itu tampak
samar-samar. Perbedaan yang bersifat kesukuan ini tampaknya tercermin pada
kebiasaan kerja mereka.
Sebuah fenomena yang mencolok adalah dominasi pekerja suku bangsa Jawa, mencapai 62,2% dari seluruh pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan aneka industri menengah dan besar (Hikam, 1998; Wiranta, 1998). Sejumlah manajer dari perusahaan-perusahaan yang berbeda memberikan informasi yang menarik tentang perilaku pekerja orang Jawa. Dikatakan bahwa pekerja orang-orang Jawa mempunyai sifat-sifat dan kebiasaan yang menguntungkan. Mereka ulet, teliti, sabar, mempunyai toleransi yang tinggi, dan mudah diatur. Yang demikian ini, menurut mereka, sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas. Bahkan seorang manajer dari sebuah perusahaan kayu lapis mengaku telah mengembangkan sistem menajemen yang diilhami oleh kebiasaan orang Jawa. Perlu dicatat bahwa perusahaan yang dipimpinnya mempekerjakan orang-orang Jawa, yang mencapai 75%, sementara ia sendiri bukanlah orang Jawa.
Sebuah fenomena yang mencolok adalah dominasi pekerja suku bangsa Jawa, mencapai 62,2% dari seluruh pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan aneka industri menengah dan besar (Hikam, 1998; Wiranta, 1998). Sejumlah manajer dari perusahaan-perusahaan yang berbeda memberikan informasi yang menarik tentang perilaku pekerja orang Jawa. Dikatakan bahwa pekerja orang-orang Jawa mempunyai sifat-sifat dan kebiasaan yang menguntungkan. Mereka ulet, teliti, sabar, mempunyai toleransi yang tinggi, dan mudah diatur. Yang demikian ini, menurut mereka, sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas. Bahkan seorang manajer dari sebuah perusahaan kayu lapis mengaku telah mengembangkan sistem menajemen yang diilhami oleh kebiasaan orang Jawa. Perlu dicatat bahwa perusahaan yang dipimpinnya mempekerjakan orang-orang Jawa, yang mencapai 75%, sementara ia sendiri bukanlah orang Jawa.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
seseorang, atau suku bangsa tertentu, mempunyai sikap industrial yang kuat.
Salah satu faktor penting adalah faktor ekonomi, khususnya kesempatan atau
alternatif lain yang memungkinkan seseorang, atau sekelompok orang memilih
profesi sebagai sumber perekonomian mereka. Kebiasaan kerja yang ulet, teliti,
dan sabar merupakan unsur-unsur yang mendukung ke arah tercapainya
produktivitas yang tinggi. Selain itu, sifat toleransi yang tinggi dan mudah
diatur merupakan modal untuk penerapan peraturan perusahaan, khususnya yang
berkaitan dengan pengupahan, sehingga dengan demikian dapat lebih menguntungkan
perusahaan. Beberapa penelitian tentang UMR yang belakangan ini dilakukan oleh
LIPI menunjukkan banyak perusahaan yang memberikan upah di bawah UMR, atau
menggunakan UMR sebagai standar maksimal pengupahan yang diterapkan (Hikam
1998, Wiranta, 1998). Ini semua memang menyangkut hal-hal yang sulit dan sangat
peka. Untuk memberikan jawaban yang memadai tentu saja perlu terlebih dahulu
dilakukan penelitian khusus yang mendalam, hati-hati, dalam kurun waktu yang
panjang.
D. Cara Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja
Terdapat lima cara untuk
meningkatkan produktvitas yaitu sebagai berikut:
1.
Menerapkan program reduksi biaya
Reduksi
biaya berarti dala menghasikan output dengan kuantitas yang sama kita
menggunakan input dalam jumlah yang lebih sedikit. Jadi peningkatan
produktivitas melalui program reduksi biaya berarti output yang tetap dibagi
dengan input yang lebih sedikit.
2.
Mengelola pertumbuhan
Peningkatan
produktivitas dengan cara mengelola pertumbuhan berarti kita meningkatkan
output dalam kualitas yang lebih besar melalui peningkatan penggunaan input
daalam kuantitas yang lebih kecil. Artinya output meningkat lebih banyak,
sedangkan input meningkat lebih sedikit.
3.
Bekerja lebih tangkas
Bekerja
lebih tangkas akan dapat meningkatkan produktivitas. Jadi produktivitas
meningkat tetapi jumlah input tetap sehingga akan diperoleh biaya produksi per
unit output yang rendah.
4.
Mengurangi aktivitas
Melalui
pengurangan sedikit output dan mengurangi banyak input yang tidak perlu akan
dapat meningkatkan produktivitas.
5.
Bekerja lebih efektif
Peningkatan
produktivitas melalui jurus ini adalah dengan cara meningkatkan output, tapi
tidak mengurangi penggunaan input (Nasution, 2001:209) Produktvitas kerja yang
tinggi atau cendrung meningkat sangat penting bagi perusahaan, karena dengan
meningkatnya produktivitas kerja karyawan, maka efesiensi dan efektivitas
perusahaan akan meningkat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia merupakan negara agraris dengan penduduk terbesar
keempat di seluruh dunia. Sebagai negara agraris, perindustrian
di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting untuk
meningkatkan perekonomian negara. Namun, masalah akan timbul
apabila terdapat kesenjangan antara jumlah tenaga kerja yang besar dengan
minimnya ketersedian lapangan kerja yang ada. Dengan begitu, lapangan kerja
yang ada tidak mampu menampung (mempekerjakan) tenaga kerja yang ada dan akan
menurunkan produktivitas tenaga kerja. Tidak hanya itu, terdapat faktor-faktor sosial
lain yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja seperti ketenagakerjaan,
gaya hidup industrial, faktor ekonomi, dan lain-lain.
SARAN
Untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Indonesia, sebaiknya kita harus
menserasikan hubungan sosial demi menciptakan situasi
yang kondusif terhadap tumbuhnya semangat kompetitif di kalangan pekerja.
Dengan ini kita dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Daftar
Pustaka
Anonim. (1994). Analisis Pengkajian Pembangunan
Sumber Daya Manusia Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, 1993/1994,
Departemen Tenaga Kerja Kantor Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
Hikam, M.A.S., (ed.). (1996). Studi Kebijakan
Pemerintah Dalam Masalah Tenaga Kerja: Kinerja dan Produktivitas Tenaga Kerja
di Sektor Industri. Jakarta: PEP-LIPI.
Komentar
Posting Komentar