Pembentukan Karakter Anak
PEMBENTUKAN
KARAKTER ANAK TERHADAP CINTA KASIH DAN PENDERITAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usia dini adalah masa perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual
anak mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari
hasil belajar dan menyerap dari perilaku orang tua dan dari lingkungan
sekitarnya terutama keluarga. Pada usia ini, perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu
pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu
yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh
karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan
sukses. Mulailah membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini, karena usia dini adalah usia emas. Melalui
pendidikan karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai akhlak yang
mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya.
BAB II
TINJAUAN DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Karakter anak
Karakter berasal dari kata yunani
charassein yang berarti mengukir sehingga
terbentuk suatu pola artinya memiliki karakter yang baik adalah tidak secara
otomatis dimiliki setiap manusia begitu ia dilahirkan tetapi memerlukan proses
panjang melalui pengasuhan dan pendidikan. Anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter dapat terwujud jika anak tumbuh dilingkungan yang berkarakter,
fitrah anak yang terlahir suci dapat dikembangakan secara optimal, ini
memerlukan peran serta semua pihak keluarga, sekolah dan seluruh komponen yang
ada dalam masyarakat contoh lembaga keagamaan, perkumpulan olah raga, komunitas
bisnis dan lain-lain. Oleh karena itu pendidikan karakter disekolah terutama
usia TK dan SD juga perlu dilakukan tentunya sesuai dengan tahap perkembangan
umur anak.
Anak mengalami masa keemasan (the
golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk
menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda,
seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka
adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak
dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional,
agama dan moral.
B.
Unsur dalam
pembentukan karakter anak
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah
pikiran karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang
terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini
kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola
berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya
berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa
ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan
menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian
serius.
Tentang pikiran, Joseph
Murphy mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat satu pikiran yang
memiliki ciri yang berbeda. Untuk membedakan ciri tersebut, maka istilahnya
dinamakan dengan pikiran sadar (conscious mind) atau pikiran objektif
dan pikiran bawah sadar (subconscious mind) atau pikiran subjektif. Penjelasan
Adi W. Gunawan mengenai fungsi dari pikiran sadar dan bawah sadar menarik untuk
dikutip.
Pikiran sadar yang
secara fisik terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan analisis dengan
memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah
sadar secara fisik terletak di medulla oblongata yang sudah
terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Karena itu, ketika bayi yang
dilahirkan menangis, bayi tersebut akan tenang di dekapan ibunya karena dia
sudah merasa tidak asing lagi dengan detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar
bersifat netral dan sugestif.
Untuk memahami cara
kerja pikiran, kita perlu tahu bahwa pikiran sadar (conscious) adalah
pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca
indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar. Sedangkan
pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran subjektif yang berisi
emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat
membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja
pikiran sadar semakin minimal.
Pikiran sadar dan bawah
sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan menjalankan apa yang telah
dikesankan kepadanya melalui sistem kepercayaan yang lahir dari hasil
kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap objek luar yang diamatinya.
Karena, pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari pikiran sadar, maka
pikiran sadar diibaratkan seperti nahkoda sedangkan pikiran bawah sadar
diibaratkan seperti awak kapal yang siap menjalankan perintah, terlepas
perintah itu benar atau salah. Di sini, pikiran sadar bisa berperan sebagai
penjaga untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
Kita ambil sebuah
contoh. Jika media masa memberitakan bahwa Indonesia semakin terpuruk, maka
berita ini dapat membuat seseorang merasa depresi karena setelah mendengar dan
melihat berita tersebut, dia menalar berdasarkan kepercayaan yang dipegang
seperti berikut ini, “Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya
adalah rakyat Indonesia, jadi ketika Indonesia terpuruk, maka saya juga
terpuruk.” Dari sini, kesan yang diperoleh dari hasil penalaran di pikiran
sadar adalah kesan ketidakberdayaan yang berakibat kepada rasa putus asa.
Akhirnya rasa ketidakberdayaan tersebut akan memunculkan perilaku destruktif,
bahkan bisa mendorong kepada tindak kejahatan seperti pencurian dengan
beralasan untuk bisa bertahan hidup. Namun, melalui pikiran sadar pula,
kepercayaan tersebut dapat dirubah untuk memberikan kesan berbeda dengan
menambahkan contoh kalimat berikut ini, “...tapi aku punya banyak relasi
orang-orang kaya yang siap membantuku.” Nah, cara berpikir semacam ini akan
memberikan kesan keberdayaan sehingga kesan ini dapat memberikan harapan dan
mampu meningkatkan rasa percaya diri.
Dengan memahami cara
kerja pikiran tersebut, kita memahami bahwa pengendalian pikiran menjadi sangat
penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan,
kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu kebahagiaan.
Sebaliknya, jika pikiran kita lepas kendali sehingga terfokus kepada keburukan
dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkan penderitaan-penderitaan,
disadari maupun tidak.
C.
Peran
keluarga dalam pembentukan karakter anak
keluarga
adalah tempat pertama dan utama bagi pendidikan dan perkembangan karakter anak. Peranan keluarga
memiliki potensi yang sangat besar bagi tumbuh kembang anak sejak usia dini,
dimana anak diibaratkan bagai kertas putih yang polos, dan bersih, belum
memiliki bentuk jiwa yang tetap, sehingga faktor keluargalah sebagai faktor
pengaruh yang pertama yang akan turut membentuk karakter seorang anak. Keluarga
berpotensi untuk mengembangkan karakter anak melalui ikatan emosi yang kuat
antara orang tua dan anak. Pola pengasuhan dan prinsip-prinsip pengasuhan orang
tua terhadap anak, seperti prinsip keteladanan diri, kebersamaan merealisasikan
nilai-nilai moral, sikap demokratis dan terbuka, dan kemampuan menghayati
kehidupan, menentukan apresiasi anak terhadap nilai-nilai disiplin diri yang
ditanamkan.
D.
Cinta kasih
keluarga
“cinta
orang tua ialah sepanjang masa”
Itulah
kalimat yang sangat sering kita lihat, maupun dengar. Memang benar cinta orang
tua adalah sepanjang masa, hal tersebut sudah sangat wajar, dan memang
sepatutnya seperti itu. Orang tua biasanya akan mengorbankan apapun demi
anaknya. Seorang ibu yang memiliki cinta keibuan. Cinta keibuan adalah
penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan hidup anak
mempunyai dua segi :
•
Perhatian
• Tanggung jawab
Kedua hal diatas perlu karena demi pemeliharaan hidup anak dan
pertumbuhannya. Cinta keibuan menanamkan ke dalam anak cinta akan kehidupan dan
tidak hanya keinginan untuk tetap hidup. Sangat berlainan dengan cinta
persaudaraan, yakni cinta sesama orang (setara), hubungan seseorang ibu dengan
anak pada hakekatnya cinta diantara orang yang tidak sama, dimana yang satu
memerlukan segala bantuan dan yang lain memberikannya. Justru karena tidak
memandang diri inilah maka cinta keibuan telah dipandang sebagai jenis cinta
yang paling tinggi, dan yang paling suci dari ikatan emosional. Biasanya wanita
dalam hal ini bersifat “nursisistis”, yaitu ingin menguasai, ingin memiliki,
berhasil menjadi ibu yang mencintai/menyayangi selama anak itu masih kecil.
Memang harus diakui bahwa hidup kita didapat dari pemberian perhatian
orang lain. Baik perhatian yang kita peroleh dari orang tua, saudara,
suami/isrti, kawan, dan sebagainya. Dapat kita bayangkan seandainya kita hidup
saling mengacuhkan, hidup sendiri dengan tiadanya saling memperhatikan terhadap
lingkungan adalah mustahil kita hidup sendiri. Hidup ini akan menjadi indah,
bahagia, mengesankan, bermanfaat bagi kita sendiri atau orang lain bila kita
saling menmagi perhatian. Saling memperhatikan menggambarkan adanya hubungan
kasih sayang. Kasih yang terbentuk kalau kita saling memperhatikan.
Kasih
sayang adalah nama yang indah dan suci, yang didambakan setiap insan. Kasih
sayang tak akan lahir jika tak melahirkannya. Kasih sayang membutuhkan
keterbukaan, pengertian, pengorbanan, tanggung jawab, perhatian, dan sebagainya.
Kasih sayang, dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara
anak dan orang tua. Pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagai hasil
curahan kasih sayang orang tuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak
boleh lepas dari kasih sayang dan perhatian orang tua. Suatu hubungan yang
harmonis akan terjadi bila hal itu terjadi secara timbal balik antara anak dan
orang tua.
E. Penderitaan keluarga
Setiap
manusia yang terlahir kedunia pasti mempunyai impian memiliki keluarga
yang harmonis dan bahagia. Keluarga adalah hal yang tak bisa dipisahkan
dari kehidupan setiap individu, bahkan masa depan seorang anak bergantung dari
baik tidaknya hubungan sebuah keluarga. Namun adakalanya keluarga mengalami
perpecahan, inilah yang dinamakan “Broken Home”.
Broken
Home atau keluarga tak utuh adalah kondisi dimana keluarga
mengalami perpecahan atau adanya kesenjangan dalam rumah tangga, entah itu
berawal dari cekcok kedua orang tua, perselingkuhan, bahkan perkelahian yang
berakibat putusnya tali yang dirangkai keluarga atau perceraian. Dalam kondisi
ini, terutama bagi si anak seakan melihat dunia runtuh tepat dihadapannya,
karena hilangnya cinta dan kasih sayang kedua orang tuanya hingga mengakibatkan
trauma psikologi yang cukup fatal dan membekas dalam dirinya. Betapa tidak, Ia
merasa bahwa apa yang selama ini dimiliki setiap individu begitu saja hilang
dalam sekejap dan sulit untuk disembuhkan.
Anak yang broken home tidaklah hanya
anak yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari
keluarga yang tidak utuh, dimana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan
berfungsi sebagai orangtua yang sebenarnya. Tidak dapat dimungkiri kebutuhan
ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, orangtua seringkali tidak
menyadari kebutuhan psikologis anak yang sama pentingnya dengan memenuhi
kebutuhan hidup. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan,
teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya atau pun
dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orangtuanya adalah
disayangi dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung
dengan anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya. Menanyakan
sekolahnya, temannya, gurunya, mainannya, kesenangannya, hobinya, cita-cita dan
keinginannya. Ada anak di sekolah yang merasa aneh, jika temannya mendapatkan
perhatian seperti itu dari orangtuanya, karena zaman sekarang hal tersebut
menjadi sangat mahal harganya dan tidak semua anak mendapatkannya.
Anak sangat membutuhkan sentuhan dari orangtuanya,
dalam bentuk sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak
menjadi peka terhadap lingkungannya. Selain itu, belaian, pelukan, ciuman,
kecupan, dan senyuman diperlukan untuk membuat kehangatan jiwa dalam diri anak
dan membantu anak dalam menguasai emosinya.
Berikut adalah 4 penderitaan yang dialami anak
dari broken home.
1.
Kehilangan
Korban Broken Home benar-benar
mengerti apa itu yang dinamakan kehilangan sesungguhnya. Bagi kalian orang
normal, kehilangan semisal pacar atau barang berharga itu bukanlah hal yang
perlu ditangisi hingga berlarut-larut. Kehilangan yang dialami oleh anak broken
home bukanlah kehilangan yang bisa di dapat atau dikembalikan seperti semula.
Mereka benar-benar kehilangan apa yang selama ini dimiliki setiap keluarga
utuh, cinta dan kasih sayang.
2.
Kesedihan
Ibaratnya mereka adalah kesedihan sebenarnya. Anak Broken Home
benar-benar mengerti, bahkan sedih yang dialami orang lain. Mereka sadar bahwa
apa yang dilalui ketika keluarga mereka hancur, disitulah kesedihan
sesungguhnya berawal. Seperti yang saya katakan tadi, seakan dunia runtuh tepat
dihadapannya.
3.
Merasa sebagai
sebab perpecahan
Karena
pecahnya keluarga, kalian anak Broken Home pasti merasa bahwa masalah yang
dialami orang tua ada sebab dari diri kalian sendiri hingga mengecap diri
kalian seakan sebagai sebab perpecahan. Namun, saya fikir ini bukan alasan yang
rasional bahwa kalian adalah sebab perpecahan itu.
4. Entah dimana akan berlabuh
Kalian pasti
berfikir keras dimana akan melanjutkan hidup, apalagi jika mengetahui bahwa
kedua orang tua telah membangun keluarga baru mereka masing-masing. Kalian
merasa buta arah dan tujuan hingga tersesat. Namun beruntunglah kalian jika
memiliki sanak saudara maupun keluarga semisal nenek dan kakek yang senantiasa
menerima kalian selalu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Anak akan tumbuh menjadi pribadi
yang berkarakter dapat terwujud jika anak tumbuh dilingkungan yang berkarakter.
Dalam hal ini, keluarga mempunyai peran yang penting dalam pembentukan karakter
anak. jika dalam suatu keluarga memiliki keharmonisan yang baik, anak akan
tumbuh dengan baik. Sebaliknya, jika anak tumbuh di ligkunga keluarga yang broken home maka itu akan berdampak
buruk pada pertumbuhan anak.
SARAN
Sebaiknya setiap keluarga harus
terus menjaga keharmonisan, berbagi cinta kasih dan menghindari penderitaan demi
pertumbuhan yang sempurna untuk seorang anak.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar